ZARA METHOD Belajar dengan Hati, Tumbuh dengan Arti
Jika suatu hari nanti saya dipercaya menjadi seorang ibu, ada satu hal yang ingin sekali saya wujudkan; menjadikan proses belajar sebagai pengalaman yang menyenangkan, bermakna, dan penuh cinta. Bukan sekadar menghafal rumus atau mengejar nilai, tapi membuat anak saya mencintai proses belajar itu sendiri karena ia merasa dilibatkan, dihargai, dan dikenal.
"Anak-anak tidak dilahirkan untuk jadi fotokopi orang lain. Mereka hadir untuk tumbuh dengan cara yang utuh, berakar, dan bersinar dengan caranya sendiri."
Dari keinginan itulah lahir gagasan ZARA METHOD versi cara berkomunikasi dan versi penerapannya dalam pendidikan. Dalam pendidikan ZARA METHOD sebuah pendekatan belajar yang saya rancang dengan hati, untuk menumbuhkan semangat belajar yang otentik dan berakar pada budaya.
Baiklah, Apa itu ZARA METHOD? Zara adalah akronim yang saya bentuk dari empat prinsip dasar:
1. Z - Zest for Learning
Anak belajar dengan semangat dan antusiasme. Belajar tidak lagi membosankan, karena ia melibatkan hal-hal yang dekat dengan kehidupannya.
2. A - Authenticity
Anak dikenalkan pada siapa dirinya, dari mana ia berasal, dan apa nilai-nilai yang penting dalam hidupnya. Budaya lokal dan nilai keluarga menjadi bagian dari proses belajar.
3. R - Reflection
Anak diajak untuk merenung, memahami makna dari apa yang ia pelajari. Belajar tidak hanya di otak, tapi juga menyentuh hati.
4. A - Action and Application
Semua ilmu yang dipelajari diterapkan dalam kehidupan nyata. Anak melihat bahwa belajar bukan hanya untuk ujian, tapi untuk hidup.
Pertama, Belajar budaya, bermain dengan bahagia. Saya percaya bahwa budaya lokal adalah ruang belajar yang sangat kaya. Dari cerita rakyat, permainan tradisional, hingga makanan khas, semuanya bisa menjadi media belajar yang menyenangkan. Anak bisa belajar menghitung lewat bermain congklak, memahami moral lewat legenda daerah, atau mengenal sains lewat memasak rendang bersama aki dan ninik.
Kedua, Belajar yang menyentuh jiwa. ZARA Method mengajarkan bahwa belajar tidak boleh hanya berhenti di kepala. Ia harus menyentuh jiwa. Anak saya harus tahu mengapa ia belajar, untuk apa, dan bagaimana ilmu itu membentuk dirinya menjadi manusia yang lebih baik. Saya ingin ia menulis, menggambar, berdiskusi, dan bertanya sebanyak-banyaknya. Saya ingin ia jatuh cinta pada proses berpikir, bukan sekadar hasil akhir.
Ketiga, Pendidikan yang membumi. Saya tidak ingin pendidikan anak saya terlalu jauh dari kehidupannya sendiri. Ia harus membumi, berakar pada rumah, keluarga, bahasa ibu, dan lingkungan sekitar. Tapi dalam waktu yang sama, ia juga bisa bermimpi besar dan melangkah jauh. Dengan Zara Method, saya ingin anak saya tahu bahwa menjadi orang pintar bukan berarti menjauh dari budayanya. Justru sebaliknya 'semakin ia mengenal siapa dirinya, semakin kuat ia melangkah'.
Terakhir, Dari hati untuk masa depan. Zara Method bukan sekadar strategi belajar. Ia adalah bentuk cinta. Cinta seorang ibu pada anaknya. Cinta pada budaya, cinta pada ilmu. Dan cinta pada proses bertumbuh. Karena bagi saya, belajar yang terbaik adalah yang dilakukan dengan hati. Dan dari sana, anak akan tumbuh dengan penuh arti.
Sampai berjumpa Kakak sayang, semoga selalu menjadi yang rendah hati dalam setiap langkahmu. Semoga senantiasa Allah melindungi niat-niat baikmu. Aamiin ya Rabbal Alamin, tulisan ini didedikasikan untuk kehadiran Kakak di dunia nanti jikalau Allah mengizinkan. Semoga Kakak selalu sabar atas apapun yang sedang atau akan Kakak rasakan. Semangat selalu menempuh impian-impian itu Kak!
Comments
Post a Comment