Kamu di Pinggiran Kota
“Karena kekuatanmu, adalah penyangga yang paling fundamental”
Sosok Ibu yang tangguh |
Sesampainya di rumah, gue bercerita
sama Mama dan Nenek. Setelah pulang dari suatu tempat, bersama Kak Gio mengendarai
sepeda motor miliknya, malam itu begitu dingin, hujan deras lalu berhenti,
muncul lagi gerimis, namun saat itupula berkah turun dari langit,
memberitahukan kepada penduduk bumi, bahwa hanya melalui hujanlah Langit bisa
menyampaikan pesannya pada Bumi. Melewati rumah-rumah, pusat perbelanjaan, toko
klontongan, pedagang kaki lima, dan semua jenis profesi yang disibukan dengan
rutinitasnya yang belum selsai. Kesenjangan ekonomi membuat gue sadar, akan
pentingnya menghargai dan mendo’akan. Mata gue ini jelalatan, mencari-cari
sebuah pemandangan yang memang pantas untuk dilihat, yang mampu menerobos pintu
hati hingga membiarkan bulir-bulir air mata turun melewati pipi.
Melihat ke bawah itu penting banget,
di pinggiran jalan gue lihat anak kecil perempuan bersama sang ibu yang tidur
diatas sebuah kardus bersama karung yang nampaknya terisi oleh botol-botol
bekas, pantaskah gue menyebutnya sebagai pemulung?, tidak. Gue nggak suka aja
nyebutnya. Hidup di kota itu emang menantang, kekayaan dan kemiskinan adalah
dua hal yang berlawanan, lo punya uang, lo punya segalanya?, enggak juga. Pada
dasarnya, baik kaya ataupun miskin kita itu sama-sama punya keinginan besar.
Ada seorang inspirator, yang amat
gue kagumi. Sungguh, gue benar-benar berharap bisa menjadi dia suatu saat
nanti, atau mungkin melebihinya. Dia bilang “Naek angkot itu akan memunculkan keseruan daripada
mobil pribadi, sambil ngedidik anak untuk terbiasa paham sama lingkungan
sekitar, ketemu wajah-wajah baru, dan bisa sembari menebar senyum”. Masih
muda, cantik, berpengetahuan luas, parahnya dia hidup. Gue sempat iri, karena
dia begitu menawan, sayangnya gue udah jatuh hati sama doi. Entah kenapa?, dari
dia gue belajar banyak hal, walau usia kami sama. Tapi pikiran dia dewasa dan
terbuka, sehari saja nggak ketemu sama orang-orang hebat, gue seperti terserang
sindrom putus asa.
Melihat ke atas juga harus, biar
semangat meraih impian, biar tahu kalau kesempatan itu ada untuk siapapun yang
mau berusaha tanpa memandang status ekonomi dan sosial. Terima kasih kepada
pemilik semesta, karena mata dan hati selalu berkolaborasi dalam menggapai
kepedulian terhadap sesama. Banyak banget, orang mumpuni yang sederhana dan
nggak banyak tingkah, simpel namun penuh makna, gue menemukan mereka,
berdiskusi tentang suatu hal yang memang pantas dan menarik, gue juga sering
meminta pendapat dari mereka, dan sengaja memberi mereka peluang untuk membocorkan
kiat-kiat suksesnya.
Hal yang paling gue suka, adalah
ketika melihat senyum seseorang, entah siapa dia?, orang yang baru gue kenal
ataupun orang-orang yang sudah lama gue kenal. Sedekah yang tak mahal, namun
berarti, dan menenangkan. Ada banyak yang jualan pecel lele, nasi uduk,
buah-buahan, sate padang, martabak, ketoprak, pempek, bakso dan masih banyak
yang lainnya. Gue melihat itu sebagai keberagaman atas apa yang seharusnya
dilakukan oleh seorang manusia yang dianugerahi akal. Pokoknya Allah itu adil,
di daerah antasari ada sate cak umar yang laris banget, terus di sukarame sate Madura
yang dekat sd satu itu ramai juga. Konspirasi macam apa ini?,suatu
kebersyukuran yang tak bisa diutarakan dengan kata-kata.
Gue melihat ada seorang ibu, yang
menjual buah duku. Udah larut malam, tapi melihat kegigihannya demi mencari
sesuap nasi, pasti Allah beri dia kemudahan dalam segala hal, Inshaallah. Sedih,
karena posisi si ibu itu berjulan di tempat yang kurang penerangan, dalam hati
gue bilang “Nanti ya bu saya beli, sekarang saya belum bisa borong semuanya”.
Gue tuh mudah banget nangis, emang rapuh banget kayaknya. Selalu butuh kekuatan
dari semesta, semoga kelak langit mengirimkan sosok yang bisa menjadi sandaran dalam suka dan duka.
Kalau begitu, mari kita sama-sama
bersyukur, Aku dan Kamu adalah persona yang diharapkan oleh langit agar bisa
menjaga ketentraman di bumi. Kamu adalah sesuatu yang berharga, hidupkanlah
segala keprihatinan itu, jangan biarkan dia menghilang. Pekalah terhadap sesuatu
yang menyayat hati, sedihmu adalah sedihku juga, sakitmu adalah sakitku juga.
Karena kita terhubung dalam telepati yang kuat, semoga kita selalu terjaga
dalam pergantian siang dan malam, semoga yang kuasa tidak marah karena kita
sering mengabaikan perintahnya, semoga kita semakin sadar diri dan malu akan
semua tindakan buruk namun mengharapkan kepulangan sejati yang penuh
kenyamanan, Surga.
Jangan lupa untuk menangis, sekadar mengeluarkan air-air asin yang mengendap dan menjelma sebagai kesedihan sekaligus kebahagiaan itu.
"Kepulangan sejati ga harus di surga bung, mengenal dan memahami jati diri juga termasuk kepulangan sejati"
ReplyDelete-Vijay Wahyu Saputra
Gk bisa nangis bung, mata ini udah terlalu kering
ReplyDeleteUdah ga normal dong, segera cek ke dokter mata.
Delete