A Letter to the Parents of My Future Husband: A Journey of Love and Respect
![]() |
Zara di - dua ribu dua puluh lima |
Kelihatannya gue lebih senang sama 'hal-hal liar', tentu saja dari semua hal: gue sangat menyukai tantangan, dari kecil? ya, begitulah, orang-orang di rumah lebih condong menguji daripada memfasilitasi. Kalau kata bapak: "Nggak ada yang bisa menghalangi teteh untuk melakukan apapun, ketika teteh udah punya keyakinan, teteh pasti kejer itu" Hai, gue buka tulisan ini dalam kondisi sehat wal afiat, di tengah hiruk-pikuk kekacauan di kepala, tepatnya Indonesia-Ku?. Hah!. Sedikit gue paparkan bahwa tidak semua dalam hidup ini layak untuk dinikmati oleh manusia lainnya, kisah gue? ya hanya buat gue saja, ada pembelajaran? mungkin ada, mungkin juga nggak ada sama sekali. Jadi yang gue punya sekarang adalah keyakinan, bahwa keyakinan membawa gue ke banyak tempat, termasuk ke hati gue sendiri.
Gue selalu punya jalan sendiri, karena keyakinan itu membentuk gue. Dalam hidup ini ternyata perlu banget untuk bersedih, dan itu harus setiap hari ada 'penderitaan', derita dan luka yang justru sering membawa kita kembali kepada Dia (Allah SWT). Sebagai anak pertama, gue didik untuk bisa melakukan banyak hal, hal mengerikan juga. Sedih itu pasti ya, bahagia juga banyak kok. Semua cerita orang-orang yang dipublikasi: apakah semuanya selalu benar? yakin, tidak ada sedikit manipulasi? ada percikan-percikan kebohongan? atau ya dilebihkan sedikit, ditambah bumbu-bumbu apalah.
Gue nggak punya kisah istimewa, semua manusia sama. Yang membuat beda: beliefnya. Agama juga bilang "dimata Tuhan, kita semua sama, yang bedain ketaqwaannya aja" udah jelas kan. Sebagai manusia yang berpotensi melakukan kesalahan, satu hal yang paling susah deh 'kesadaran diri'. Yang gue lakuin nih bener ngga ya? bisa jadi oke di gue, tapi di mata yang lain salah.
Ngomongin tipe ideal ya, nggak ada yang sempurna sih. Manusia tuh udah di setting ngga bakalan bisa sempurna. Manusia suka memilih? wajar dong, kita punya hak soal itu. Tapi ada lagi yang menurut gue sulit: menemukan 'klik' pada seseorang. Kayak kita pernah nggak ngerasain momen 'aha', ini nih yang gue cari! pria itu? wanita ini?. Perempuan juga boleh kan nyari, yang sesuai keinginannya, begitupun laki-laki. Perempuan juga menunggu, tapi masa nggak ada usaha. Rejeki juga harus dijemput, masa pasangan hidup nggak, ahaaa.
Karena derasnya pikiran gue, seperti air-air hujan itu mengguyur ke seluruh permukaan otak gue, di kepala tuh kayak ada ulet yang lagi jalan-jalan, aliran listrik lagi ngasih setruman, cuma masalahnya otak ini nggak bisa dibuka jujur aja gue penasaran banget kenapa otak bisa memberikan pengaruh besar dalam pembentukan 'cara manusia berpikir?'. Jadi rasanya kalau berhenti berpikir itu malah stress. Coba kalau kita bertanya 'kenapa ya dia tingkahnya nggak bagus?, caranya ngomong juga kasar, dia nggak nyambung sama topik pembahasan ini' karena kita mikir, kita jadi mempertimbangkan banyak hal.
Kalo gue, soal perasaan ya, di buat simple aja, gue selalu menghargai orang-orang yang datang dengan ketulusan. Setiap orang yang menghampiri gue harus memberikan penilaian, dan itu bukan masalah, lumayan kan buat evaluasi diri. Kalo dia nggak cocok, ya silahkan pergi aja, gue tuh nggak berhak menahan-nahan seseorang, I'll let you go bro.
Walaupun sebenarnya gue tipikal hunter: gue bukan selalu ingin menang, gue superior?, bukan itu tujuan gue: gue bukan cuma menghadapi betapa gilanya diri gue sendiri, tapi gue juga sedang menaklukkan dunia cieilah, dunia yang aneh dan penuh kericuhan. Kenapa gue sebut 'hunter' karena I love challenges. Gue pingin, gue aman dan pasangan gue juga aman. Dalam konteks modern, gue rasa perempuan 'hunter' mungkin aja mereka yang lebih proaktif dalam memilih pasangan, membangun karier, dan mengamankan kehidupan mereka sendiri.
Gue tahu, gue nggak bisa hanya jadi penolong aja, tapi juga partner buat suami gue. Terkadang, emang pasangan cuma butuh didengerin aja, bukan selalu dibantu atau diselsaikan masalahnya. Gue juga melihat 'keseimbangan dalam hubungan' jangan sampai hanya gue yang selalu ada, tapi suami juga harus ada ketika gue membutuhkannya. Selain itu, gue nggak mau terlalu mengontrol, ngasih dukungan itu baik, tapi gue pastiin supaya dia tetep punya ruang sendiri. Yang selalu ada di benak gue 'apakah dia juga membutuhkan itu?' karena tiap orang punya cara berbeda dalam mencari dukungan, semoga dia nyaman sama peran yang gue inginkan dalam hidupnya.
Menurut psikolog sosial Deborah Tannen, perempuan memiliki kecenderungan untuk ngebangun hubungan berbasis koneksi dan komunikasi. Tapi dalam banyak hal budaya, ada perempuan yang lebih dominan dan agresif dalam relasi, yang bisa aja muncul karena pengalaman, pendidikan atau lingkungan. Mereka mungkin merasa perlu untuk 'melindungi' diri sendiri dan pasangannya, bukan dalam arti fisik seperti laki-laki secara tradisional, tetapi lebih ke aspek emosional dan finansial.
Jadi, perempuan 'hunter' bukan berarti superior atau ingin mendominasi, tapi lebih ke gimana mereka menghadapi dunia dengan kekuatan mereka sendiri.
Nanti, kalau gue ketemu calon suami ya: gue mau persentasi sama orang tuanya, gue mau mereka mempertimbangkan gue (apakah wanita ini pas untuk anak saya? apakah anak ini bisa menjadi pendamping yang suportif untuk anak saya? apakah dia bisa membahagiakan anak saya?), mereka tidak boleh percaya sepenuhnya sama gue, mereka berhak untuk suka atau tidak suka.
Points persentasi bisa mencakup: (1) Pembukaan yang personal, perkenalan diri singkat aja dan kenapa gue ingin berbagi ini dengan mereka. (2) Siapa gue?, latar belakang gue, pendidikan, karier, passion dan nilai-nilai hidup. (3) Kenapa gue cocok sama anaknya? di sini bukan dalam konteks membuktikan diri, tapi menunjukkan gimana gue dan pasangan saling melengkapi dan mendukung. (4) Visi masa depan, gimana gue melihat hubungan ini berkembang dan peran dalam perjalanan gue dan anaknya. (5) Q&A atau diskusi, gue akan biarkan mereka bertanya atau berbicara lebih lanjut supaya lebih interaktif. Yah, paling nanti agak ditambahin slide yang ringan, sama foto-foto atau storytelling yang menarik. Hehehe. Gue pikir, ini memberikan kesan profesional, menunjukkan kesiapan dan ngebantu hubungan yang lebih baik dengan orang tua calon suami.
Nah persentasi ini bukan untuk menjual diri ya. Arti dari persentasi itu sebetulnya untuk membangun hubungan dan menunjukkan siapa kita dengan jujur. Makannya kita harus fokus pada cerita bukan kualifikasi, kita gunain nada yang hangat dan natural, kita kasih tahu bahwa ada keselarasan pandangan sama anaknya dan yang terakhir kita nggak perlu terlalu membuktikan diri *inget kita nggak sedang meyakinkan mereka untuk 'menerima' kita, tapi lebih ke berbagi siapa diri kita secara tulus.
Orang tua suami harus tahu bahwa gue 'orangnya seperti itulah', tapi ada yang gue sadari bahwa sebetulnya gue suka banget mempertahankan 'pendirian gue sendiri', kalau A ya A, nggak bisa B. Gue masih kesusahan untuk kompromi soal itu, tapi bisa juga diluluhkan dengan berbagai cara, mungkin hati gue harus dimenangkan dulu, baru bisa nurut. Gue suka sama 'proses', karena gue sama suami itu diibaratkan 'tim sukses' gue pingin kita sama-sama bisa, I'll give you everything, gue rasa, gue selalu totalitas.
"Seorang perempuan 'hunter' bukan berarti ingin mendominasi, tapi ia memilih untuk kuat, mandiri, dan berani mencintai dengan sepenuh hati. Ia tidak mencari perlindungan, tapi menjadi tempat berlindung. Dan di sini, di hadapan anda, saya ingin berbagi, bukan hanya tentang siapa saya, tapi bagaimana saya dan anak anda bisa tumbuh bersama, saling mendukung, dan membangun masa depan yang penuh makna" - Kurang lebih itu penutupan persentasinya, lucu ya? ditaruh di blog ini supaya bisa dicek lagi, biar selalu kepikiran.
Untuk orang tua calon suami saya kelak:
I may not be perfect, but I'm sincere. I may not know everything, but I am willing to learn. I don't seek to change your son, but to grow with him. With love, respect, and gratitude, I hope to become a part of your family, not just as his partner but as someone who cherishes and honors the bond you have built - Zara.
Versi Indonesia:
Saya mungkin tidak sempurna, tetapi saya tulus. Saya mungkin tidak tahu segalanya, tetapi saya bersedia belajar. Saya tidak berusaha untuk mengubah putra Anda, tetapi untuk tumbuh bersamanya. Dengan cinta, rasa hormat, dan rasa terima kasih. Saya berharap untuk menjadi bagian dari keluarga Anda, tidak hanya sebagai pasangannya tetapi sebagai seseorang yang menghargai dan menghormati ikatan yang telah Anda bangun - Zara.
Thanks! semoga Allah melindungi kita semua, Aaamiin.
Comments
Post a Comment