SOMEONE
Tidak tahu apa-apa, oleh karenanya ada kekosongan yang harus diisi. Gue datang ke tempat itu dengan jutaan masalah dan keluhan, sebagai manusia yang tidak akan sempurna, sebagai manusia yang seringkali menumpuk dosa, dan mirisnya lagi kerap mengulang kembali kesalahan yang sama, gue belum sepenuhnya sadar, gue sebagai manusia yang penuh kekurangan, gue sebagai manusia yang juga dianugerahi kelebihan, gue sangat ingin mengenal diri sendiri, gue pingin banget tahu ‘siapa si gue ini?’. I have something special today, so I wanna tell you what is it about?, when I was in Junior High School, I love science, I adore my teacher, Mrs Ambarwati. We called her, Bu Ambar. I fell in love with her, when She taught me about Biology.
Sampai di titik, dimana gue jatuh cinta
dengan si Biologi, kemesraan kami semakin terlihat sejak gue bertemu dengan
sosok pendidik super, yakni Bu Ambar. Gue masih ingat betul, gimana cara dia
ngajar?, gimana cara dia ngegambar struktur sel eukariota dan prokariota di
papan tulis?, gimana cara dia menggunakan mikroskop?, gimana cara dia ngebagiin
kertas ujian kompetensi?, gimana cara dia megang kaca preparat?, gimana cara
dia membimbing kami pas praktikum di lab? Gue masih inget parah, dulu ada
praktikum membuat herbarium, semacam tumbuhan yang dikeringkan gitu, All those
memories are still in my mind, very unforgettable. Peran Bu Ambar itu sangat
luar biasa banget di kehidupan gue, satu-satunya guru yang nggak pernah absen
untuk selalu senyum, yang nggak pernah lupa mengapresiasi murid-muridnya,
thanks a million Bu Ambar.
Kita merasa belum bisa apa-apa, kita terlalu ditekan oleh manusia
lainnya, kita terlalu diharapkan untuk menjadi sesuatu, kita kehilangan
kebersamaan untuk berdialog bersama diri sendiri, kita nggak punya ruang untuk
sendiri, kita nggak punya waktu untuk ngurus diri sendiri, kondisi batin yang
semakin terpuruk, keadaan jasmani yang semakin memburuk, semua melemah karena
hilangnya kekuatan. Kita butuh ‘seseorang yang tidak menuntut banyak’,
seseorang yang nggak bosen untuk mendengarkan, seseorang yang dengan ikhlas mau
menjadi baskom demi menampung semua uneg-uneg kita.
Seseorang yang bisa kita ajak duduk bersebelahan untuk mencari
solusi permasalahan, untuk merasakan kebahagiaan dan kesedihan. Tapi, bersama
nggak selalu harus ‘memiliki kehidupannya’, untuk mendapatkan pengalaman yang tidak
sama, kita mesti berpegian ke tempat yang berbeda. Ada satu waktu atau lebih, di mana
dia ingin ‘dibiarkan saja’. Kehidupan dua orang yang jelas berbeda,
dipersatukan secara tiba-tiba, tidak sepenuhnya selalu ‘sama’. Justru, karena
adanya perbedaan, semuanya tampak bervariasi dan nggak membosankan. Kenapa gue
bahas ini?, karena hidup lama sama orang yang ‘layak dipeluk’ itu banyak
tantangannya. Kita nggak bisa berpura-pura lagi, memperlihatkan segala
kebrangsakan, segala kecacatan, segala keburukan sama anak orang lain, kayaknya
bakalan susah deh.
Kita perlu memikirkan ini semua, hubungan berdua ini nggak cuman di
dunia aja. Tapi, berharap juga sampai di sana, surga. Aneh ya, melihat anak
orang lain ada di dekat kita, seorang anak yang dibesarkan sama orang tuanya,
seorang anak yang disayang sama orang tuanya, dengan enaknya kita ambil.
Seseorang yang bisa diajak ‘ngobrol’. Komunikasi dua arah yang
memungkinkan hubungan itu bertahan lama, betapa krusialnya aktivitas orgasme
intelektual untuk memperkaya topik ‘apa saja’ yang ingin dibahas. Rumah menjadi
tempat singgah yang diisi oleh kegiatan saling mendukung satu sama lain, kita
tidak membatasi ruang geraknya, sejujurnya kita paling males dirugikan,
sekarang ini mungkin kita akan ‘saling menguntungkan’, setuju atau tidak,
jawabannya mungkin setuju.
Nggak enak tahu diatur secara berlebihan itu, dikekang lebih
menakutkan lagi. Sebelum siap ‘memiliki’, pikirkan kemungkinan baik dan
buruknya. Menjadi penurut juga nggak asal nurut aja, setidaknya ya bisa menjadi
‘penurut yang berwawasan’, kalau kita berpengetahuan Inshaallah terhindar dari
pembodohan.
Oke, segitu dulu aja. Entahlah ini tulisan macam apa.
Comments
Post a Comment